Kamis, 30 Juni 2011

UNTUK SUKSES (JADI PENYIAR)? BUKAN SULAP, APALAGI SIHIR


.          

Untuk sukses (jadi penyiar)? Bukan sulap, apalagi sihir.
oleh EKO JUNOR

Sejak milis penyiar.com ini pertama 'mengudara' hampir lima tahun yang lalu, banyak banget ragam peminat broadcasting yang menulis ajaib di forum milis ini berkaitan dengan banyaknya peminat Broadcasting yang kepingin banget jadi penyiar. Yang aku inget aja sih, antara lain:
mencari lowongan kerja, tapi minta radio/TV tsb yang menghubungi dia! ("Kalo ada yg butuh penyiar, saya bisa dihubungi di nomor 08XXXXXXX")
mencari lowongan kerja tapi maunya hanya pada jam2 di mana dia nggak kuliah, jadi stasiun radionya yang harus bisa menyesuaikan diri dg penyiar baru tsb...
sekolah penyiar yang promosi dirinya hebat ("dengan pengajar2 berpengalaman" ), tapi besok2nya malah nyari pengajar!

sekolah penyiar tsb minggu depannya malah nawarin kesempatan waralaba! ("Anda pun dapat secara mudah membuka sekolah penyiar dengan paket yang kami tawarkan")
mencari lowongan penyiar TV, tapi maunya hanya kerja di stasiun TV yang ngetop doang.


seneng banget bahwa TV yg diincernya memang lagi buka lowongan, tapi heran kenapa harus kirim lamaran via pos dan bukan e-mail. ("Koq hare gene masih perlu dokumen dan foto beneran sih?")
(bulan lalu) mencari lowongan kerja di mana radio/TV tsb bersedia memberikan beasiswa utk belajar jadi penyiar sebelum kerja.

Utk Roma (yg pertanyaannya tercantum di bawah ini), janganlah jadi statistik belaka... yaitu ratusan ribu orang yang sangat ingin menjadi penyiar radio/TV tapi akhirnya gugur sebelum diterima kerja karena "sikap mental" belum siap untuk bekerja. Di rubrik Dokter@Penyiar. com ini, aku bisa kasih beberapa pointers supaya calon2 penyiar nggak cepat terpuruk. Pokok2 pemahaman ini bisa dipakai untuk profesi lainnya, dan yang jelas bukan misteri samasekali:

Bekerja berarti berkorban
Tentu pengorbanan kita dihargai dengan gaji atau honor atau Surat Keterangan Pernah Bekerja, atau setidaknya pengalaman kerja. Walaupun kita cuma tahan kerja sebulan (kalo gak terlilit kontrak mis. di TV Rodi di Jakarta), khan setidaknya kita dpt skills baru. Kalo Anda adalah tipe orang yang susah untuk berkorban (mis. bermasalah bangun pagi utk interview atau keberatan mengantar lamarannya ke seberang Jakarta), lebih baik bikin perusahaan sendiri. But wait, itu harus pake modal/uang sendiri juga! Yaaa, gimana dong?

Diterima kerja itu ada prosesnya
Ada penulisan lamaran, pengiriman lamaran (via e-mail atau pos), proses seleksi; lalu (tergantung perusahaannya) ada interview, psikotes, tes tertulis, tes vokal, screen test, interview terakhir (mis. utk tawar-menawar gaji), dan masa percobaan. Masa percobaan itu bisa 3bln, 6bln, dan bahkan 12bln. Kerja yang bener memang begitu : Aku inget ceritanya orang2 kaya di USA yg memiliki perusahaan2 besar: saat anaknya sendiri melamar kerja harus mulai dari bawah, misalnya jadi tukang sortir surat atau jadi operator lift.

Siapa yang minta kerja, siapa yang cari talent?
Ada pepatah bule yg menyatakan bahwa "Beggars can't be choosers": kalo kita yg ngemis, tentunya kita gak bisa pililh2 dong! Jangan lupa bahwa para celeb juga harus casting sebelum diterima utk program TV, utk memastikan bahwa 1) mereka memang cocok utk tugas tsb, dan 2) mereka ngerti kerja apa yang harus mereka penuhi tiap kali tampil. Makanya aku meminta kepada para Moderator utk menggunakan istilah air talent, voice talent, dll... agar para pelamar ingat bahwa yang dicari itu orang2 dg talent tertentu. Mentang2 Anda kaya-raya, cantik atau ganteng gak berarti pasti diterima.

"Qualified" itu relatif banget
Utk menghindari sakit hati, jangan pernah Anda "merasa sangat qualified" utk lowongan tertentu. Kenapa? Karena pihak management punya gambarannya sendiri tentang apa yang mereka cari. Mentang2 Anda berpengalaman 8 tahun siaran di Radio Humor, gak berarti Anda langsung keterima di Extravaganza. Lha wong para finalis Wajah Femina aja menurutku gak ada yang cantik sekali. Istriku lalu menjelaskan bahwa kualifikasinya berdasarkan sudut pandang wanita. (Mmm, jadi aku pikir kalo yg sudut pandang pria ya lihat aja di Maxim). Udah berapa kali Anda terheran2 melihat hasil American Idol? Jadi tentang kompetensi Anda sebagai seorang talent, biar orang lain deh yang menilai.

Diterima kerja bukanlah akhir dari cobaanmu
Aku inget waktu mengajar di Hard Rock FM Jakarta (1996-1999) tiap tahun masa trainingnya dicocokin waktunya dengan berakhirnya masa percobaan satu tahun buat angkatan sebelumnya. Jadi waktu aku lagi ngajar misalnya angkatan 1998, yg angkatan 1997 yg baru saja dinyatakan gugur pada pamit sama aku yg lagi di ruang training. Yg sedang training tentunya jadi liat betapa seriusnya HRFM dalam menggembleng penyiar2nya, tapi hasilnya waktu itu memang HRFM berhasil mengalahkan radio2 lain.

Mau belum tentu Mampu
Kalo Anda ditanya: "Mau gak mendampingi Adi Nugroho siaran di TV besok pagi?", apa jawaban Anda? Kalopun Anda nekat tampil, bukankah Anda akan tampil kacau dan gagap berhubung Anda tak terbiasa dg format acara tsb? Bukankah itu akan merusak reputasi Anda sendiri? Itu yang aku sering contohin kalo lagi di Workshop@Penyiar. com, biar yang "ambisius" tau diri bahwa kesempatan harus diimbangi dengan kemampuan! Modal kemauan saja nggak cukup utk sukses: harus punya skills juga, atau setidaknya pemahaman tentang dasar2 penyiar radio/TV.

Dan satu2nya pelajaran yang misterius kali ini dari Dokter@Penyiar. com buat para "calon penyiar"? Yaitu bahwa...
Alam Semesta punya jadwalnya sendiri
Dengan kata lain, kalo belum waktunya maka Anda pun belum bisa diterima di radio/TV tsb, seberapapun Anda berdoa atau "memanfaatkan koneksi". Pepatah bahwa "kegagalan adalah sukses yang tertunda" bisa dipake utk menghibur diri, tapi sebenernya manusia cuma bisa berusaha terus. Kebaikan apa yang kita lakukan di dunia ini pasti berbalas (begitu juga kejelekan), jadi pastikan bahwa kita nggak "mengambil jatah orang" karena itu bener2 nggak "mempercepat jatah kita". Walaupun aku dpt nilai screen test terbaik utk melamar di TVRI English News Service (1995), aku gak nyangka bahwa nepotisme akan menghapus samasekali namaku sbg calon peserta diklat-nya. Toh sekian tahun kemudian aku siaran juga akhirnya di situ, jadi untung aja cita2 siaran di TV gak aku buang jauh2.
Begitulah materi dari Dokter@Penyiar. com kali ini. Berhubung kita gak tau kapan datangnya "kesempatan emas" kita, maka setiap peluang harus kita kejar. Seperi halnya jodoh, kalo memang rezeki kita maka nggak akan lari ke mana2. Tapi jangan juga pikir peluang akan datang mengetuk pintu rumah di saat kita lagi bobo kesiangan. Kitalah yang harus beredar agar kesempatan bisa "diberikan" kepada kita.
Aku lengkapi rubrik Dokter@Penyiar. com ini dengan sebuah dialog antara aku dan MuKas kira2 tahun 1996:
Eko                       : "Koq loe langsung percaya sih kalo gue rekomendasi/ nggak si calon2 penyiar?"
Meuthia               : "Krn loe langsung punya feeling, yg mana calon penyiar yg bisa JADI. Gue gak punya waktu deh utk mikirin satu-persatu! "
Eko                       : "Itu sih ketahuan dari hari2 pertama. Dari kerjasama dan disiplin mereka".

Meuthia               : "Skills bisa dikembangin sambil jalan ya. Udah, itu doang?"

Eko                       : "Asal itu mereka pertahankan, mereka bisa sukses. Dan sukses itu gak harus jadi penyiar aja khan?".

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites